Sabtu, 17 Juni 2017

TUGAS 4 BIAYA MODAL

Perusahaan membutuhkan modal dalam pendanaan investasinya sebesar Rp 3.000.000.000, yang terdiri atas beberapa sumber saham berikut:
a.     Hutang obligasi, besarnya pendanaan Rp 750.000.000 dengan nominal Rp 750.000/lembar. Bunga 19%/tahun dan jangka waktu 5 tahun. Harga jual obligasi Rp 550.000/lembar dan tingkat pajak 30%.
b.    Saham preferen, besarnya pendanaan Rp 900.000.000, harga jual saham preferen Rp 40.00/lembar dan deviden Rp 8.000/lembar.
c.     Saham biasa, besar pendanaan Rp 1.350.000. Harga jual saham Rp 30.000 dengan deviden Rp 4.500/lembar dan growth (pertumbuhan) 5%.
Hitunglah:
1.     Biaya modal secara individual!
2.     Biaya modal keseluruhan!
Jawab
1.     Biaya modal secara individual
a.     Biaya modal hutang obligasi
I = Rp 750.000 x 19% = Rp 142.500
Kd = I +  ((N – Nb)/n)
              (Nb – N)/2
      = Rp 142.500 (Rp 750.000 – Rp 550.000)/5
                  (Rp 550.000 – Rp 750.000)/2
      = (Rp 142.500 + Rp 40.000)/ Rp 650.000 = Rp 28,08%       
Ket:  Kd  = Biaya modal hutang obligasi
I   = Bunga obligasi (obligasi) satu tahun dalam rupiah
 N  = Harga nominal obligasi
                       Nb = Nilai bersih penjualan obligasi

                           n = Umur obligasi

·         Biaya modal after tax:
Ki = Kd (1 – t)
      = 28,08% (1 – 30%)
      = 28,08% (70%) = 19,66%
Ket: Ki = Biaya modal hutang obligasi setelah pajak
    t  = tingkat pajak
b.      Biaya modal saham preferen
Kp = Dp/Pο
      = Rp 8.000/Rp 40.000 = 20%
Ket: Kp = Biaya saham preferen

                    Dp = Deviden saham preferen

                    Pο = Harga saham preferen saat penjualan
c.       Biaya modal saham biasa
Ke = (D1/ Pο) + g
= (Rp 4.500/Rp 30.000) + 5%
= 15% + 5% = 20%
            Ket: Ke = Biaya saham biasa
                      g = growth (tingkat pertumbuhan)
                   D1 = Deviden tahun pertama
2.      Biaya modal keseluruhan
·         Proporsi modal hutang obligasi
Hutang obligasi = (Rp 750.000.000/Rp 3.000.000.000) x 100% = 25%
·         Proporsi modal saham preferen
Saham biasa     = (Rp 1.350.000.000/Rp 3.000.000.000) x 100% = 45%
·         Proporsi modal saham biasa
Saham preferen = (Rp 900.000.000/Rp 3.000.000.000) x 100% = 30%

Sumber Dana
(1)
Jumlah Dana
(2)
Proporsi Modal
(3)
Biaya Modal
(4)
Biaya Tertimbang
(3 x 4)
Hutang obligasi
Rp           750.000
25%
19,66%
4,92%
Saham preferen
Rp    900.000.000
30%
20%
6%
Saham biasa
Rp 1.350.000.000
45%
20%
9%
Total
Rp 3.000.000.000
100%
19,92%

Biaya modal keseluruhan = Rp 3.000.000.000 x 19,92% = Rp 597.600.000

http://santiyaulfa.blogspot.co.id/2015/05/latihan-soal-dan-jawaban-biaya-modal.html


LATIHAN 4 KEPUTUSAN INVESTASI DAN STRUKTUR MODAL

KEPUTUSAN INVESTASI

Keputusan investasi mempunyai dimensi waktu jangka panjang, sehingga keputusan yang akan diambil harus dipertimbangkan dengan baik, karena mempunyai konsekuensi berjangka panjang pula. Keputusan investasi sering disebut sebagai capital budgeting yakni keseluruhan proses perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pengeluaran dana yang jangka waktu kembalinya dana tersebut melebihi satu tahun. Perencanaan terhadap keputusan investasi ini sangat penting karena beberapa hal : (Sutrisno, 2007: 121-122)
a.       dana yang dikeluarkan untuk keperluan investasi sangat besar, dan jumlah dana yang besar tersebut tidak bisa diperoleh kembali dalam jangka pendek atau diperoleh sekaligus;
b.      dana yang dikeluarkan akan terikat dalam jangka panjang, sehingga perusahaan harus menunggu selama jangka cukup lama untuk memperoleh dana tersebut;
c.       keputusan investasi menyangkut harapan terhadap hasil keuntungan di masa yang akan datang. Kesalahan dalam mengadakan peramalan akan dapat mengakibatkan terjadinya over atau under investment, yang akhirnya akan merugikan perusahaan;
d.      keputusan investasi jangka berjangka panjang, sehingga kesalahan dalam pengambilan keputusan akan mempunyai akibat yang panjang dan berat, serta kesalahan dalam keputusan ini tidak dapat diperbaiki tanpa adanya kerugian yang besar.
Ada beberapa alat analisa atau metode dalam keputusan investasi. Metode yang sering digunakan antara lain :
a.   Metode Net Present Value
Net Present value adalah selisih antara nilai sekarang dari cash flow dengan nilai sekarang dari investasi. Dengan metode ini pertama yang harus dilakukan adalah menghitung present value dari penerimaan dengan tingkat discount rate tertentu, kemudian dibandingkan dengan present value dari investasi. Keputusan dari penilaian dengan metode ini bila selisih antara PV dari cash flow lebih besar berarti nilai NPV bernilai posotif, artinya investasi yang dijalankan layak, dan sebaliknya apabila selisih PV dari cash flow lebih kecil dibanding dengan PV investasi, maka investasi dipandang tidak layak

b.   Metode Payback Period
Payback period adalah suatu metode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas yang diterima, atau dengan kata lain bahwa payback period digunakan untuk mengukur lamanya dana investasi yang ditanamkan kembali seperti semula.

c.   Metode Profitability Index
Metode  ini menghitung perbandingan antara present value dari penerimaan dengan present value dari investasi. Bila Profitability Index lebih besar dari 1 maka proyek investasi layak untuk dijalankan.

d.   Metode Average Rate of Return
Metode ini mengukur seberapa besar tingkat keuntungan dari investasi. Metode ini menggunakan dasar laba akuntansi, sehingga angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak  dibagi dengan rata-rata investasi.

e.   Metode Internal Rate of Return
Internal Rate of return atau Yield untuk suatu investasi adalah tingkat bunga yang menyamakan present value arus kas keluar dan present value arus kas masuk

STRUKTUR MODAL

Menurut J. Fred Weston dan Thomas E Copeland (1996) mengatakan bahwa struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham.
Menurut Frank J Fabozzi and Pamela Peterson (2000), capital structure is the combination of debt and equity used to finance a firm’s projects. The capital structure of a firm is some mix of debt, internally generated equity, and new equity.
Menurut Keown et.al (2000), struktur modal adalah paduan atau kombinasi sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan.
Menurut Farah Margaretha (2004), struktur modal menggambarkan pembiayaan permanen perusahaan yang terdiri atas utang jangka panjang dan modal sendiri.
Menurut Robert C Higgins (2004), capital structure is the composition of the liabilities side of a company’s balance sheet, the mix of funding sources a company uses to finance its operations.
Menurut Handono Mardiyanto (2009), struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proposi utang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan perusahaan.
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010), struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Menurut Husnan Suad (2004) struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri.
Menurut Sabar Warsini (2003) struktur modal merupakan sumber pendanaan jangka panjang terdiri dari obligasi dan saham.
Struktur modal merupakan proporsi atau perbandingan dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan, apakah dengan cara menggunakan utang, ekuitas, atau dengan menerbitkan saham (Birgham dan Gapensi : 1996) dalam penelitian Tinjung Desy Nursanti (2004).
            Menurut Bambang Riyanto (2001) dalam penelitian Hasa Nurrohim (2008), struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.
Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya.
Jadi, berdasarkan beberapa referensi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan demikian struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka pendek. Sedangkan pengertian struktur keuangan menurut Farah Margaretha (2004) menggambarkan susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan modal sendiri.
Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara itu utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan ekuitas. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana jangka panjang (Handono Mardiyanto, 2009).
Kebutuhan dana yang berasal dari dalam atau sering disebut modal sendiri adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri seperti cadangan laba yang berasal dari pemilik seperti modal saham. Modal inilah yang menjadi tanggungan terhadap keseluruhan resiko perusahaan dan dijadikan jaminan bagi kreditor. Sedangkan dana yang berasal dari luar adalah modal yang berasal dari kreditur (panyandang dana), modal inilah yang merupakan utang bagi perusahaan yang bersangkutan (Bambang Riyanto, 1980).
Tujuan dari manajemen struktur modal atau capital structure management adalah menggabungkan sumber – sumber dana yang digunakan perusahaan untuk membiayai operasi. Dengan kata lain, tujuan ini dapat dilihat sebagai pencarian gabungan dana yang akan meminimumkan biaya modal dan dapat memaksimalkan harga saham. Struktur modal yang demikian, dapat kita sebut sebagai struktur modal yang optimal (Ahmad Rodoni dan Herni Ali, 2010).
Konsep penting manajemen modal adalah masalah sumber dana dan penggunaan dana. Dana dapat dipenuhi dari sumber intern ataupun sumber ekstern perusahaan. Dana tersebut dialokasikan untuk membelanjai aktiva perusahaan. Pada hakekatnya, pemenuhan dan pengalokasian dana menyangkut masalah keseimbangan finansial dalam perusahaan, yaitu mengadakan keseimbangan finansial antara aktiva dengan pasiva tersebut dengan sebaik – baiknya. Keseimbangan finansial dapai dicapai, apabila perusahaan tersebut selama menjalankan fungsinya tidak menghadapi gangguan – gangguan finansial yang disebabkan tidak adanya keseimbangan antara jumlah modal yang tersedia dengan modal yang dibutuhkan.
Menurut Bambang Riyanto (2001) di dalam penelitian Elyana Noor Andriyanti (2007) ada dua pedoman structure financial yaitu pedoman structure financial vertical dan pedoman structure financial horizontal. Pedoman structure financial vertical memberikan batas rasio yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal pinjaman atau  hutang dengan besarnya jumlah modal sendiri. Berdasarkan anggapan bahwa pembelanjaan yang sehat itu awalnya harus dibangun atas dasar modal sendiri, maka pedoman structure financial tersebut menetapkan bahwa besarnya jumlah modal pinjaman atau hutang dalam suatu perusahaan dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh melebihi besarnya jumlah modal sendiri. Dengan demikian angka perbandingan antara jumlah hutang dengan jumlah modal sendiri tidak boleh lebih dari 100%. Adapun structure financial horizontal memberikan batas rasio antara besarnya jumlah modal sendiri dengan besarnya jumlah aktiva tetap ditambah persediaan bersih. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa dana yang terkait dalam aktiva tetap ditambah persediaan bersih akan tetap tertanam di dalam  perusahaan, sehingga sifat kebutuhan dananya adalah permanen. Sumber dana yang permanen atau sumber dana yang akan tetap tertanam dalam perusahaan adalah modal sendiri.


SUMBER :
http://arissusetyo.blogspot.co.id/2012/12/keputusan-investasi.html
http://ekonomi.kabo.biz/2011/02/pengertian-struktur-modal.html

Sabtu, 06 Mei 2017

LATIHAN 3 ANALISA BREAK EVEN POINT DAN CONTOH KASUSNYA

Pengertian Analisi Break Even
Analisa break even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.
Adapun pengertian – pengertian Break Even Point menurut para ahli:
1.      Menurut S. Munawir ( 2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi ( total penghasilan = total biaya)
2.      Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost volume profit analysis
3.      Menurut Purba (2002) Titik impas (break even point) berlandaskan pada pernyataan sederhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mengahsilkan produk tersebut.
4.      Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugiaan.
5.      Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan biaya total penjualan sehingga tidak ada laba atau rugi
6.      Menurut Garrison dan Noreen 92004) break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasrkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.

Arti penting analisis break even point bagi manajer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut:
a)      Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian
b)      Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu
c)      Penetapan seberapa jauhkah menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan tidak menderita rugi


Gambar Break Even (Break Even Chart)
Dalam gambar break even point dapat ditentukan, yaitu pada titik dimana terjadi persilangan antara garis peenghasilan penjualan dengan garis biaya total. Apabila dari titik tersebut kita garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X akan nampak besarnya break even dalam unit. Kalau dari titik itu ditarik lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak bsarnya break even dalam rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam gambar break even itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan  menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya “contribution margin” akan nampak pada gambar break even tersebut. Untuk jelasnya dapatlah diberikan contoh di bawah ini.
Contoh:
Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesar Rp  300.000;. biaya variabel per unit Rp  40;. Harga jual per unit Rp 100;. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break even seperti nampak dibawah ini:
Garis biaya tetap digambarkan secara horizontal sejajar dengan sumbu X






Garis biaya tetap digambarkan dengan garis biaya variabel


Dari gambar kedua tersebut di atas nampak bahwa break even point tercapai pada volume penjualan sebesar Rp 500.000; atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada gambar 22.1.b adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak konsep “contribution margin”. Dalam gambar tersebut break even point tercapai pada volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan Rp 500.000; atau dalam unit sebanyak 5.000 unit
Perhitungan Break Even Point
Perhitungan break even point yang lebih tepat dapat dilakukan dengan cara “trial and error” (serba coba-coba) atau dengan menggunakan rumus-rumus aljabar
1.      Perhitungan Break Even Point dengan Cara “ Trial and Error”
Perhitungan break even point dapat dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan menghitungkeuntungan operasi dari suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambilvolume penjualan/produksi yang lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu, perusahaan menderita kerugian maka kita mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar. Demikan dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total.
Misalkan dari contoh 1 diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:
=(6.000 x Rp 100) – Rp 300.000 + (6.000 x Rp 40)
= Rp 600.000 – (300.000 + Rp 240.000)
= Rp 60.000

Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa break even pointnya terletak  di bawah 6.000 unit.
Misalkan diambil 4.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut
=(4.000 x Rp 100) – Rp 300.000 + (4.000 x Rp 40)
= Rp 400.000 – (300.000 + Rp 160.000)
= Rp 60.000

Pada volume produksi 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp 60.000. Ini berarti bahwa break even pointnya lebih besar dari 4.000 unit.
Misalkan diambil 5.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut
=(5.000 x Rp 100) – Rp 300.000 + (5.000 x Rp 40)
= Rp 500.000 – (300.000 + Rp 200.000)
= Rp 0
Ternyata pada volume produksi/penjualan 5.000 unit tercapai break even pointyaitu yang dimanakeuntungan netonya sama dengan nol.

2.      Perhitungan Break Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar
Perhitungan break even point dengan menggunakan rumus aljabar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
a)      Atas dasar unit
Perhitungan break even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

Dimana
P = harga jual per unit
V = biaya variabel per unit
FC =  biaya tetap
Q = jumlah unit /kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual

b)      Atas dasar sales dalam rupiah
Perhitungan break even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus aljabar  sebagai berikut:


Dimana
FC = biaya tetap
VC= biaya variabel
S = penjualan

Manfaat dan Kegunaan BEP
1.      Alat perencanaan untuk hasilkan laba
2.      Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
3.      Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhaan.
4.      Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti

Telah dijelaskan sebelumbya bahwa analisa BEP sangat penting bagi pimpinan perusahaan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama dengan jumlah penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui BEP kita akan mengetahui hubungan antara penjualan, produksi, harga jual, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil kebijaksanaan.
Analisis BEP berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah:
a)      Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya variabel dan biaya tetap.
b)      Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap.
c)      Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi  atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
d)     Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang di produksi.
e)      Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode  tertentu.
f)       Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis komposisi masing-masing jenis produk dianggap konstan (tetap)
Analisa BEP juga dapat digunakan oleh pihak manajemen perusahaan dlam berbagai pengambilan keputusan dalam berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai;
a)      Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian
b)      Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian
c)      Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita kerugian.
Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang diperoleh.
BEP juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah, namun ketiganya saling berhubungan, yaitu  untuk:
1.      Menganalisa program otomatisasi  dimana suatu perusahaan akan beroperasi secara lebih mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dan biaya tetap.
2.      Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum
3.      Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika perusahaan menginginkan BEP dalam suatu proyek yang diusulkan.
Kelemahan analisa BEP.
Sekalipun analisa BEP ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa BEP ini anata lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek.   
Asumsi-asumsi dasar analisi BEP
1.      Menentukan posisi laba rugi perusahaan
2.      Menentukan penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami  kerugiaan
3.      Menetukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu
Komponen yang berperan pada BEP
Komponen yang berperan pada BEP yaitu biaya, biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkan atau menentukan suatu biaya itu biaya variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi jadi kalau tidak produksi maka tidak ada biaya ini.
Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut,yaitu:
1.      Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kuantitas.
2.      Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
3.      Meningkatkan volume kegiatan semaksimal mungkin.

Contoh Kasus Break Even Point
      
PT. Lilianto Ichsan membuat  dan  menjual  dua jenis produk yaitu Kosimil dan Lusimol. Total biaya tetap untuk kedua jenis produk tersebut Rp. 60.000,00. Harga  jual, biaya  variabel, dan laba kontribusi per unit serta rasio masing-masing produk adalah :

                                                Produk Kosimil           Produk Lusimol
Harga Jual                             Rp. 12,00     100%       Rp. 8,00    100%
Biaya Variabel                      Rp.  6,00      50%          Rp. 6,00     75%
Laba Kontribusi                   Rp.  6,00      50%          Rp. 2,00     25%

1. Jika komposisi penjualan produk K dan L dalam unit masing-masing
   1 : 1 atau  dalam  rupiah 3 : 2, hitunglah penjualan  pada titik
   impas dengan teknik :
   a.  Rasio LK rata-rata
   b. LK rata-rata per unit
2. Jika  total penjualan yang direncanakan untuk kedua jenis produk
   tersebut  sebesar 20.000 unit, dan  komposisi penjualan produk K
   dan  L  dalam unit masing-masing 1 : 1 atau  dalam  rupiah 3 : 2,
   hitunglah besarnya laba yang direncanakan

Penyelesaian :

1. Menghitung penjualan pada titik impas dengan komposisi produk K
   dan L dalam unit 1 : 1 atau dalam rupiah 3 : 2.

a.       Teknik CM ratio rata-rata

                                             a + i
   BEP (Rp)     =  -----------------------------
                              Rasio Laba  Kontr. Rata-rata

                                     Rp. 60.000 + 0
                         =  --------------------------    = Rp. 150.000,00
                             (50% X 3) + (25% X 2)
                               --------------------------
                                          3 + 2
 Titik impas tercapai pada penjualan sebesar Rp. 150.000,00. Produk
 K dan produk L dengan komposisi 3 : 2, maka produk K sebesar = 3/5
 (Rp. 150.000) = Rp. 90.000,00  dan  produk  L  sebanyak  Rp. = 2/5
 (Rp. 150.000) = Rp. 60.000,00.





b.      Teknik Laba Kontribusi Rata-rata per unit

                                                 a + i
 BEP (Unit)     =          --------------------------------
                                    Laba  Kontr. Rata-rata per unit

                                          Rp. 60.000 + 0
                                    =  -------------------------------
                                    (Rp. 6,00 X 1) + (Rp. 2,00 X 1)
                                    --------------------------------
                                            1      +          1

                                           Rp. 60.000
                                    = --------------------        =  15.000 unit
                                                  4
 Titik impas tercapai pada penjualan sebanyak 15.000 unit, produk
 K dan produk L  dengan  komposisi 1 : 1, maka  penjualan  produk
 K  =  1/2 (15.000 ) = 7.500 unit, dan  produk L = 1/2 (15.000) =
 7.500 unit.
 Bukti :
                            Produk K               Produk L            Total
                           7.500 unit              7.500 unit         15.000 unit
                                 Jumlah      %      Jumlah       %     Jumlah      %

 Penjualan            Rp. 90.000  100   Rp. 60.000  100  Rp. 150.000  100
 Biaya Variabel       45.000     50       45.000    75       90.000   60
                                  -------------------------------------------------------
 Laba Kontribusi      45.000     50       15.000    25       60.000   40
 Biaya Tetap                                                                      60.000
                                                                                           --------
 Laba Bersih                                                                         0

2. Jika  total  penjualan 20.000 unit  dengan  komposisi penjualan
   produk k dan L masing-masing dalam unit 1 : 1 atau dalam rupiah
   3 : 2, maka besarnya laba adalah :
                 Produk K             Produk L           Total
                10.000 unit         10.000 unit        20.000 unit
                 Jumlah       %     Jumlah       %     Jumlah        %

Penjualan       Rp. 120.000   100  Rp. 80.000    100  Rp. 200.000   100
Biaya Variabel       60.000    50      60.000     75      120.000    60
                                 --------------------------------------------------------
Laba Kontribusi      60.000    50      20.000     25      80.000     40
Biaya Tetap                                                                    60.000
                                                                                       ---------
Laba Bersih                                                                   20.000
Kesimpulan :
Dampak Perubahan Komposisi Penjualan terhadap hubungan CPV Perusahaan  yang  menjual  lebih dari satu macam produk seringkali mempunyai kesempatan untuk  menaikkan laba kontribusi dan menurunkan titik impas dengan cara memperbaiki komposisi penjualan, yaitu menaikkan proporsi penjualan  produk  yang menghasilkan rasio laba kontribusi (contribution margin ratio) yang tinggi.

SUMBER