Kenapa Ada
Salah Kaprah dalam Berbahasa?
Meskipun ditetapkan sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia tidak serta merta jadi bahasa ibu bagi
masyarakatnya. Tidak sedikit orang yang dibesarkan dari keluarga yang
dominan menggunakan bahasa daerah. Namun demikian, mereka paham Bahasa
Indonesia meskipun tidak mesti belajar secara formal terlebih dulu seperti
pembelajaran bahasa Inggris di kursus-kursus. Bisa dibilang, yang mempelajari
secara baik itu hanya orang asing dan guru atau dosen bahasa saja.
Ternyata ini punya efek yang jelek
ke penggunaan Bahasa Indonesia itu sendiri. Kita jadi sering abai saat
berbahasa Indonesia karena merasa sudah bisa dan biasa menggunakannya. Kita
suka malas buka kamus saat menemukan kata yang artinya belum diketahui
atau diketahui tapi berdasarkan dugaan semata. Ini baru buta makna kata, belum
buta tata bahasa dan lainnya. Akhirnya, kebutaan ini telanjur menjadi kebiasaan
padahal salah kaprah. Tidak hanya di level individu saja, di institusi
pemerintah hingga dunia jurnalistik yang seharusnya sangat memperhatikan
penggunaan bahasa, salah kaprah banyak terjadi.
Salah Paham atau Salah Kaprah?
Ajip Rosidi, seorang bahasawan dan
juga sastrawan tersohor, pernah mengemukakan salah kaprah dalam berbahasa
Indonesia. Baginya, salah kaprah itu berbeda dengan salah paham (salah
kaprah sering digunakan untuk maksud salah paham). Salah kaprah
berarti sebuah kesalahan atau kekeliruan yang digunakan secara luas dan masal
sehingga dianggap kaprah (biasa;lumrah) atau dianggap kelaziman.
Contohnya kata antsos atau antisosial.
Antisosial
Berarti perilaku yang melawan masyarakat atau lingkungan di sekitar kita, seperti merisak (bully), membunuh, merampok, perilaku licik. Berdasarkan definisi ini, antisosial juga berarti bentuk gangguan kepribadian dan berkaitan dengan psikopat.
Berarti perilaku yang melawan masyarakat atau lingkungan di sekitar kita, seperti merisak (bully), membunuh, merampok, perilaku licik. Berdasarkan definisi ini, antisosial juga berarti bentuk gangguan kepribadian dan berkaitan dengan psikopat.
Jadi, masih yakin akan pakai istilah ini untuk kegiatan
menarik diri dari kehidupan sosial atau sekadar berdiam diri? Lebih baik pakai
kata asosial.
Asosial
Diambil dari bahasa Belanda (asociaal). Pada prinsipnya, kata ini lawan dari kata sosial. Perannya, menegasikan kata berikutnya: sosial. Ini mirip dengan kata amoral, yang berarti tidak bermoral; tidak berakhlak. Jadi bisa dibilang asosial berarti tidak bersifat sosial; tidak memedulikan kepentingan masyarakat.
Diambil dari bahasa Belanda (asociaal). Pada prinsipnya, kata ini lawan dari kata sosial. Perannya, menegasikan kata berikutnya: sosial. Ini mirip dengan kata amoral, yang berarti tidak bermoral; tidak berakhlak. Jadi bisa dibilang asosial berarti tidak bersifat sosial; tidak memedulikan kepentingan masyarakat.
Contoh Salah
Kaprah dalam Berbahasa Indonesia di Kehidupan Sehari-hari
1. Tegar
Semoga keluarga yang ditinggalkan dalam musibah ini menjadi
tegar.
Pada Kamus Umum Bahasa Indonesia,
karya W.J.S Purwadarminta, kata tegar berarti keras kepala, kepala batu dan
ngeyel. Namun, entah sejak kapan kata ini bertambah makna yaitu tabah; kuat;
sabar. Padahal makna kedua ini bertolak belakang dengan yang pertama. Entah
kenapa pula dalam keseharian makna yang lebih sering beredar makna yang
kedua seperti pada kalimat contoh di atas.
2. Ubah vs rubah
Ya, dalam bahasa formal atau
informal, seringkali kata ini dieja dengan kata rubah atau merubah. Ketika kata
ini diberi imbuhan me-, kata yang terbentuk adalah mengubah
(me+ubah=meng+ubah) dan bukan merubah. Merubah bisa saja berarti menjadi
(seperti binatang) rubah.
3. Absensi vs presensi
Absensi Kehadiran Peserta Seminar Pembangunan Infrastruktur
Indonesia
Apa yang keliru dari tulisan itu?
Ya, betul. Yang keliru adalah penggunaan absensi yang disertai
dengan kata kehadiran. Absen diambil dari bahasa Belanda (absent),
berarti tidak hadir atau tidak masuk. Jadi, kalau absensi digabung
dengan kehadiran maka akan jadi arti yang beda dan bertentangan. Lebih
baik tulisan absensinya dihilangkan.
Namun begitu, penggunaan kata mengabsen
(pemanggilan daftar hadir agar tahu mana yang hadir dan tidak) atau absensi
(daftar ketidakhadiran) sah-sah saja digunakan.
4. Acuh
Gelandang
Manchester United Nani mulai menunjukkan sikap acuh terhadap klubnya. Pemain
internasional Portugal tersebut terlihat tidak perduli saat klubnya Kamis
dinihari tadi melakoni pertandingan "hidup dan mati".
Kata acuh merupakan kata paling
sering disalahartikan. Bagi sebagian penutur, acuh itu berarti cuek dan tidak
perhatian. Padahal menurut kamus, acuh itu berarti peduli; hirau; ingat; indah;
hisab. Jadi kalau kalimat: dia sudah mengacuhkanku lagi berarti dia
sudah memedulikan dirinya lagi. Lalu bagaimana dengan frasa acuh tak acuh?
Ya, berarti itu berarti peduli-tidak peduli atau terkadang perhatian dan
terkadang tidak.
5. Geming
diam tak bergeming.
Selain acuh, kata geming termasuk
yang sering salah tempat. Coba bayangkan, kata yang berarti diam dan tak
bergerak ini dijadikan ke dalam kalimat di atas. Jadi apa coba
artinya? Diam tak diam? Padahal maksudnya itu kan diam dan tak bergerak.
Baiklah, ini baru sedikit dari banyak kesalah kaprahan
berbahasa kita yang saya pun baru tahu beberapa waktu terakhir ini. Kita bisa
mulai memperbaiki dan menggunakannya dengan baik mulai saat ini secara
perlahan. Coba bayangkan kalau nanti orang asing belajar bahasa kita dan mereka
lebih paham serta terampil dari kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar